JAKARTA (15/11/21) - Komite Olimpiade Internasional (IOC) menekankan pentingnya independensi Komite Olimpiade Nasional (NOC) dalam menjalankan tugas, peran, dan kinerja. Hal ini dikatakan Jerome Poivey, Kepala Hubungan Kelembagaan dan Tata Kelola IOC, beberapa waktu lalu.
Di sela-sela ANOC General Assembly di Crete, Yunani, akhir Oktober, Poivey menjelaskan kepada Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia) bahwa status NOC harus independen. Hal ini diatur secara tegas di Olympic Charter (Piagam Olimpiade).
“Kami melaporkan situasi yang sedang terjadi di Indonesia, bahwa parlemen tengah membahas revisi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (RUU SKN) No 3 Tahun 2005. Poivey menegaskan bahwa NOC harus bersifat otonom dan independen dalam menjalankan kebijakannya, sehingga perubahan tidak boleh bertentangan dengan Olympic Charter,” kata Wakil Sekretaris Jenderal II Wijaya Noeradi, Senin (15/11).
Poivey, lanjut Wijaya, menegaskan NOC Indonesia merupakan lembaga non-pemerintah yang menjadi representatif IOC di Indonesia. Tugas NOC diatur secara tegas pada Pasal 27 Olympic Charter, yang misi utamanya mengembangkan, mempromosikan, serta melindungi Olympic Movement di negara tersebut.
Sebagai perpanjangtanganan IOC, NOC mendapat hak mulai dari bantuan pendanaan dari Olympic Solidarity hingga otoritas ekslusif mewakili negara untuk mengirimkan atlet yang berpartisipasi di Olimpiade serta multi event olahraga kontinental dan regional di bawah patron IOC.
Demi memaksimalkan misi-misi yang diemban NOC, Piagam Olimpiade memperbolehkan NOC berkooperasi dengan pemerintah demi menciptakan relasi yang harmonis. Namun, NOC tidak berasosiasi dan melakukan aktifitas yang bertentangan dengan Olympic Charter.
Jika ditemukan pelanggaran Olympic Charter, dikatakan Wijaya bahwa IOC bisa mengambil tindakan tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 Ayat 8 Olympic Charter. Terberat adalah sanksi yang bisa mengakibatkan ditangguhkannya hak-hak partisipasi di kompetisi hingga multi event internasional.
“Poivey menghargai apa yang dilakukan pemerintah Indonesia terkait RUU SKN adalah untuk kemajuan prestasi olahraga Indonesia. Tapi, ia mengingatkan agar RUU baru nantinya tidak bertentangan dengan Olympic Charter karena itu menjadi acuan kami sebagai NOC,” kata Wijaya.
NOC Indonesia pertama kali diakui oleh IOC pada 1952 melalui surat yang ditandatangani Kanselir IOC Otto Mayer kepada Sultan Hamengkubuwono IX, Ketua Komite Olimpiade Indonesia saat itu.
IOC juga pernah mengirimkan surat serupa kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo pada 2013 yang menjelaskan bahwa IOC mengakui bahwa Komite Olimpiade Indonesia yang dipimpin Rita Subowo merupakan Komite Olimpiade Nasional (NOC) di Indonesia.