Berita Olimpiade Indonesia
Bertemu Komite Olimpiade China, NOC Indonesia Soroti Strategi Sukses Olahraga China
 06 Oct 2023
Penulis : NOC Indonesia
NOC Indonesia Highlight Key Factors in China's Sports Success - Indonesia Olympic Commitee
Credit: Presiden NOC Indonesia, Raja Sapta Oktohari bertemu dengan wakil ketua COC, Zhou Jinqiang.

HANGZHOU (06/10/23) - Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia) menyoroti dua hal penting yang dilakukan China dalam membangun prestasi olahraga di kancah dunia. Kedua hal itu adalah sistem kompetisi berjenjang yang beracuan dengan standar dan peraturan Federasi Internasional  (IF) serta membangun olahraga melalui jalur pendidikan.

Ketua NOC Indonesia Raja Sapta Oktohari mengatakan hal tersebut usai bertemu dengan Wakil Ketua COC Zhou Jinqiang di China House, Hangzhou, Kamis (5/10). Dalam pertemuan tersebut NOC Indonesia dan COC membicarakan perkembangan olahraga Asia, termasuk potensi kerja sama antarkedua negara.

Sebagai informasi, China merupakan salah satu negara terkuat di kancah olahraga dunia. Hingga kemarin, China unggul di puncak klasemen sementara dengan 179 keping emas, 99 perak, 55 perunggu.

 “Sebagaimana arahan Presiden RI Bapak Joko Widodo, kita ini harus mencari tahu guna mencari skema terbaik untuk olahraga Indonesia. NOC Indonesia memanfaatkan kesempatan seperti Asian Games guna mencari tahu, kenapa China sukses. Padahal, kulit kita sama, makanan mirip-mirip, tapi peforma jauh berbeda,” kata Okto,sapaan karib Raja sapta, usai pertemuan.

“Di samping peran swasta yang dominan dalam memberikan sponsor terhadap olahraga,  ada dua hal penting yang dilakukan China. Pertama adalah sekolah. China memiliki sekolah olahraga yang menerapkan sistem boarding school, dan juga adanya Universitas Olahraga. Atlet yang menjadi juara Olimpiade langsung mendapat gelar profesor dan juara dunia mendapat gelar Associate Professor.”

Disamping itu, Okto mengatakan, hal terpenting adalah membangun kompetisi berjenjang yang inline dengan dengan aturan Federasi Internasional. Sebab, regulasi olahraga dunia tersebut menjadi pondasi utama untuk bersaing di level internasional.

“China ini memiliki multievent nasional yang sudah disesuaikan dengan kalender dan regulasi IF. Dari situ seleksi dilakukan, yang menjadi atlet pelatnas, dan dibikin seleksi berjenjang dimulai dari regional, kontinental, serta dunia. Jadi tidak heran kenapa atlet China banyak banget, wasitnya, pelatihnya, dll. Sebab fokusnya sudah jelas yakni bersaing di kancah dunia,” kata Okto.

Ia melihat pondasi olahraga yang telah dibangun China dapat menjadi referensi bagi Indonesia dalam merealisasikan target Indonesia emas 2045. Pemerintah sendiri telah memiliki Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang dirancang untuk merealisasikan hal tersebut.

“Kita selalu bilang, SEA Games dan Asian Games adalah sasaran antara. Target utama adalah Olimpiade, tetapi untuk menuju ke arah sana sudah tidak bisa lagi by accident, harus by design. Ini yang bersama harus kita pikirkan. Jadi kita pun harus melihat regulasi olahraga dunia jika ingin bersaing di panggung internasional,” terang Okto.

Di sisi lain, Zhou Jinqiang dalam pertemuan tersebut turut mengapresiasi olahraga Indonesia. Ia memuji penampilan atlet Tim Indonesia di beberapa cabang olahraga, seperti angkat besi, sport climbing, balap sepeda BMX, dan menembak.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Federasi Angkat Besi China serta Deputi Kementerian Olahraga China mengaku COC menawarkan kerja sama dengan NOC Indonesia untuk mengembangkan olahraga kedua negara.

“Kami sangat senang membicarakan kerja sama olahraga antara kedua negara, dengan berbagai asosiasi olahraga dan antara Komite Olimpiade. Kami akan mempererat kerjasama ini dan melakukan pertukaran training camp antar kedua negara, nantinya atlet dapat mengikuti pelatihan dan bertanding di berbagai laga cabang olahraga masing-masing negara,” kata Zhou.

Ia juga mengatakan negaranya melakukan multievent nasional yang sangat kompetitif dan menjadi seleksi ketat bagi para atlet. Waktu penyelenggaraannya pun disesuaikan, yakni satu tahun setelah penyelenggaraan Olimpiade.

“Sistem kami ini mungkin juga bisa menjadi referensi bagi sistem pengembangan atlet olahraga di Indonesia,” ujar Zhou.