Tiga Februari menjadi hari bersejarah bagi olahraga Indonesia. Kerinduan masyarakat Indonesia melihat Merah Putih berkibar di event olahraga internasional akhirnya terwujud setelah Badan Anti-Doping Dunia (WADA) akhirnya memberikan status compliance (patuh) kepada Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI)/Indonesia Anti Doping Organization (IADO).
Kabar gembira itu disampaikan Direktur Jenderal WADA Olivier Niggli melalui surat elektronik pada Rabu (02/02) waktu Montreal atau Kamis (03/02) WIB yang menyatakan IADO dikeluarkan dari daftar non-compliant (tak patuh) terhadap WADA Code. Keputusan ini ditetapkan melalui pemungutan suara yang dilakukan Komite Eksekutif WADA.
“Alhamdulillah sanksi WADA terhadap Indonesia telah dicabut. 2 Februari waktu Montreal atau 3 Februari WIB, kami menerima kabar langsung dari Direktur Jenderal WADA Olivier Niggli bahwa IADO sudah mendapat status compliance terhadap WADA Code dan kini Merah Putih bisa berkibar lagi,” kata Okto, Jumat (04/02).
Komite Eksekutif WADA menetapkan IADO tak patuh terhadap WADA Code pada 14 September 2021. Status tersebut berlaku efektif mulai 7 Oktober 2021 setelah IADO tidak memberikan sanggahan atas putusan tersebut.
Akibatnya, Indonesia mendapat sanksi karena WADA membekukan sejumlah hak-hak Indonesia di bidang olahraga selama satu tahun, di antaranya tidak diperbolehkannya bendera negara berkibar ketika atlet Indonesia naik podium saat upacara penyerahan medali.
Kini, belenggu sanksi yang mendera Merah Putih berhasil dilepaskan. Itu berkat kerja cepat Gugus Tugas Percepatan Sanksi WADA yang dibentuk Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali.Usai mendapat instruksi dari Presiden Joko Widodo, Menpora langsung menugaskan Okto, panggilan akrab Raja Sapta, untuk membantu akselerasi dan investigasi sanksi WADA terhadap IADO. Okto pun berhasil merajut Merah Putih yang tergores dalam waktu kurang dari empat bulan.
Dua hari sejak ditunjuk, Okto langsung bergerak cepat. Ia dan sekjen Ferry Kono berangkat ke Yunani untuk menemui Presiden WADA Witold Banka, Niggli, dan Direktur Utama RADO Eropa Sebastien Gillot di ANOC General Assembly. Koordinasi intensif pun dilakukan Gugus Tugas dengan SEARADO sembari bersinergi dan mendesak IADO untuk menyelesaikan pending matters.
Dari pertemuan tersebut, Okto membuka jalur komunikasi yang selama ini terhambat dan mengakibatkan IADO tak maksimal menjalankan hal teknis dan administratif.
“Kami menyadari tantangan yang kami hadapi tak mudah. Ancaman durasi sanksi satu tahun ini terlalu lama bagi Indonesia. Kita tak bisa menjadi tuan rumah event regional, kontinental, dan internasional. Apalagi tak bisa dikibarkan bendera Merah Putih dan kita semua terguncang ketika Merah putih tak bisa berkibar ketika Tim Thomas Indonesia mengakhiri penantian 19 tahun untuk merengkuh Piala Thomas,” kata Okto.
Menyadari hal tersebut, pria kelahiran Jakarta, 15 Oktober 1975 ini pun gencar berkomunikasi dua arah dengan WADA. Ia didampingi bendahara NOC Indonesia Tommy Hermawan Lo berangkat ke kantor WADA di Lausane, Swiss untuk menyampaikan progres IADO ke Niggli. Bak gayung bersambut, WADA mengapresiasi kinerja Indonesia dan berjanji akan berkoordinasi dengan SEARADO dan JADA untuk melakukan review sanksi WADA terhadap IADO.
“Kami sampaikan saat itu Indonesia tidak punya waktu satu tahun karena kami memiliki banyak agenda untuk menjadi tuan rumah multi event ANOC World Beach Games 2023, ASEAN Para Games 2021, termasuk single event IESF 14th Esports World Championships 2022 serta World Cup Sports Climbing di Bali tahun ini. Apapun akan saya korbankan dan siapapun akan urusan olahraga Indonesia dan Merah Putih di mata dunia.”
Okto juga berharap, pembaharuan nama LADI ke IADO dapat menjadi awal baru bagi badan anti-doping Indonesia untuk menjalankan tugasnya sebagai lembaga independent, profesional, dan modern.
“Ini menjadi awal baru. Kini sudah tidak ada lagi LADI, tetapi IADO. Semoga IADO dapat menjalankan tugasnya dengan baik sehingga sanksi WADA seperti ini tidak terjadi lagi,” kata Okto.
Sementara itu, Menpora Zainudin Amali bersyukur dengan kabar baik yang dilaporkan Gugus Tugas. Terlebih, sanksi yang seharusnya diterima satu tahun bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari empat bulan.
“Terima kasih atas kerja keras Gugus Tugas karena sanksi bisa diakselerasi dalam waktu 3,5 bulan. Instruksi Presiden kepada saya adalah perbaiki komunikasi, penuhi semua permintaan WADA, investigasi kenapa sanksi bisa terjadi dan umumkan ke publik. Jadi pekerjaan Pak Okto selaku Ketua Gugus Tugas belum selesai,” kata Menpora.
“Saya sendiri berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Ketua LADI harus bisa memastikan bahwa waktu tiga bulan yang diberikan WADA bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. Jangan sampai kita mendapat status non-compliance lagi.”
Sementara itu, Ketua IADO Mustafa Fauzi berterima kasih atas dukungan pemerintah untuk menjadikan organisasi anti-doping Indonesia menjadi independent dan profesional.
“Kami berterima kasih kepada Pak Presiden RI Joko Widodo, Pak Menpora, Ketua NOC Indonesia, KONI Pusat, NPC Indonesia, dan seluruh stakeholder yang membantu IADO untuk menjadi lebih baik dalam menjalankan tugasnya,” kata Mustafa.