Gelaran perdana Liga Surfing Indonesia berakhir Minggu (13/3) dengan hasil luar biasa di Pantai Kuta, setelah kompetisi seru dan menantang selama tiga hari. Atlet dan talenta surfing terbaik Indonesia tampil di podium untuk menerima piala di depan para penggemar.
Kompetisi ini diikuti 15 klub surfing, dengan total 197 atlet surfing dari Jawa Barat, Bali, hingga Sumbawa, yang bertarung di lima divisi, yaitu Under-10, Junior, Women, Men, dan Master, serta kategori Club Challenge.
Halfway Kuta Boardriders mendominasi kompetisi dengan menjuarai divisi Men, Women, serta Master, yang membawa mereka ke puncak kategori Club Challenge. Klub ini merupakan salah satu klub surfing tertua di Indonesia yang telah menghasilkan atlet surfing terbaik Bali dan Indonesia, seperti Raditya Rondi, Garut Widiarta, Ketut Agus, Mega Artana, dan Dhany Widianto.
"Ini sungguh impian yang jadi kenyataan. Saat mendirikan klub ini, kami punya dua tujuan. Pertama adalah merancang jalur pembinaan bagi para anggota kami agar mereka mampu berkompetisi di tingkat profesional, dan berikutnya menggelar kompetisi WSL (World Surfing League) di Pantai Kuta. Kami berhasil mencapai keduanya, pertama WSL QS dan sekarang final LSI. Saya sangat bangga dan gembira!" ujar Garut Widiarta, atlet surfing senior yang pernah berbagi ombak dengan juara dunia seperti Mick Fanning dan Gabriel Medina.
Final Liga Surfing Indonesia mendapat sambutan dan apresiasi dari anggota senior komunitas surfing Bali, Wayan Pica, yang menjadi juri kepala gelaran Vans Bali Pro presented by East Ventures dan final Liga Surfing Indonesia.
"Saya sudah menjadi juri kira-kira 25 tahun, dan saya sangat bangga dan gembira melihat semua orang di sini terlibat dan menikmati final LSI. Sukses besar bagi kami di PSOI dan komunitas surfing di gelaran perdana ini, dan sungguh impian yang jadi nyata. Sejak pertama kali menjadi juri, saya selalu berharap hal seperti ini akan terjadi. Sekarang dengan dukungan dari ASC dan para sponsor, saya yakin kita dapat terus berkembang dan mencapai sukses yang lebih besar di masa depan," ujar Pica, yang juga menjabat sebagai wakil sekretaris jenderal PSOI.
Final divisi Under-10 berlangsung ketat antara Al Faruk dari Sumbawa dan atlet surfing asal Legian Gede Darma Wisesa. Al Faruk memimpin di awal dan terlihat akan meraih kemenangan hingga Gede mendapatkan ombak panjang dari kanan, yang memberinya keunggulan. Ombak berubah di sisa 20 detik terakhir, dan keduanya menunggu keputusan di pantai. Dewan juri akhirnya menentukan nilai Al Faruk tidak cukup tinggi dan Gede menjadi juara.
Di divisi Women, tiga dari empat finalis berasal dari Halfway Kuta Boardriders dan satu finalis dari Bingin Boardriders. Persaingan sengit kembali terjadi, dan Dhea Natasya unggul tipis dari Ziggy Mackenzie untuk menjadi yang terbaik. Ziggy mendapatkan skor ombak tunggal tertinggi dan hanya butuh skor tambahan 2,74 namun dia kehabisan waktu.
Di divisi junior, Made Nesa dari Sanur memimpin hampir sepanjang waktu, tapi atlet asal Batu Keras, Gilang, mendapat kesempatan untuk mencetak skor tinggi pada menit terakhir dan mencetak skor 5,10 untuk menjadi yang terbaik.
Pengenalan lapangan menjadi kunci dalam final divisi Master saat atlet Kuta Dedi Santoso mengungguli Dede Suryana dari Sukabumi. Meski memiliki pengalaman berselancar dan bertanding di Pantai Kuta, serta pernah menjuarai Indonesian Surfing Championship), partai final bukan hari keberuntungan Dede.
"Saya sangat gembira bisa menjuarai gelar divisi Master di sini sebagai bagian dari Halfway Kuta Boardriders. Saya ingin berterima kasih kepada ASC, para sponsor yang telah mendukung Liga Surfing Indonesia, dan semua klub yang berpartisipasi. Saya tak sabar menunggu kompetisi tahun depan!" kata Dedi.
Halfway Kuta Boardriders juga merebut gelar juara di divisi bergengsi, yaitu kelas Open. Dhany Widianto mendapatkan skor 7,83 dengan memanfaatkan ombak panjang dari kanan untuk mendapatkan skor tertinggi dan tidak terkejar lagi. Dengan beberapa menit tersisa, Made Darma Yasa dari Legian berhasil mendapatkan ombak yang bagus untuk mencetak skor tambahan 3,53 yang membawanya ke peringkat kedua.
"Awal yang baik untuk Liga Surfing Indonesia dan saya sangat gembira dan tentu saja gelaran ini bisa disebut sukses. Ke depan, rencana LSI termasuk menambah partisipasi klub surfing dari seluruh Indonesia dan fokus pada pembinaan atlet Under-10, junior, dan putri, karena mereka adalah masa depan kita. Kami juga berharap mendapatkan dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan sektor swasta sehingga kami dapat memberikan layanan dan bantuan lebih besar kepada klub, sehingga nantinya kami bisa menggelar final LSI di lokasi berbeda setiap tahunnya untuk memberikan pengalaman berbeda kepada klub dan para atlet," ujar perwakilan ASC Tipi Jabrik.
Berbicara tentang dukungan, anggota baru komunitas surfing dan sponsor utama LSI, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca terkesan dengan gelaran di Pantai Kuta.
"Semoga Liga Surfing Indonesia dapat menjadi titik balik industri surfing di Indonesia, untuk berkembang dengan lebih cepat dalam beberapa tahun ke depan, dan akan memotivasi para atlet surfing untuk berlatih dan berkembang sehingga mereka bisa berkompetisi di tingkat nasional dan internasional, dan mewujudkan impian mereka hidup dari olahraga yang mereka cintai. Dalam LSI dan BaliPro, kami melihat begitu banyak potensi di sini. East Ventures ingin memastikan kesuksesan olahraga surfing di Indonesia dengan mendukung gelaran ASC di mana mereka terus menciptakan masa depan yang cerah untuk olahraga surfing.
Liga Surfing Indonesia merupakan kompetisi di bawah Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PSOI), dijalankan oleh Asian Surf Cooperative (ASC), disponsori oleh East Ventures, Vans Indonesia, Bintang, Mamaka and Earth Island, dengan dukungan dari Billabong, Quiksilver, dan Rip Curl. Kompetisi ini juga mendapat dukungan dari Kementerian Pariwisata, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Olahraga Nasional Indonesia, dan Komite Olimpiade Indonesia.